Domestik.co.id – Kasus ISPA Jabodetabek semakin meningkat, hal tersbeut sudah pihak Kemenkes konfirmasi. Imran Pambudi selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular di Kemenkes menyampaikan bahwa kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut semakin meningkat.
Tentunya kabar ini menjadi salah satu yang membuat masyarakat semakin merasa khawatir. Apalagi sebelumnya wilayah Jabodetabek kualitas udaranya memburuk akibat polusi yang semakin meningkat.
Lalu, adakah hubungan antara kondisi udara buruk dengan penyakit ISPA semakin tinggi kasus ISPA Jabodetabek ini?
Penyebab Kasus ISPA Jabodetabek Meningkat
Imran mengkonfirmasi kenaikan kasus tersebut dengan kadar polusi yang semakin naik terjadi sebelumnya. Ia tidak bisa mengatakan berapa persen pengaruh dari cuaca, namun kenaikan jumlah pengidap ISPA ini sama meningkatnya dengan kadar polusi sebelumnya.
Berdasarkan data yang ada, kasus ISPA non-pneumonia yakni menyerang bagian pernafasan dari tenggorokan sampai atas seperti batuk banyak terjadi di Jakarta Timur. Yang mana kasusnya mencapai 3.115 Selasa (5/9/23), angka ini lebih tinggi dari bulan Agustus lalu yakni 2.419 kasus.
Sampai saat ini kasusnya ISPA keseluruhan masih didominasi oleh usia produktif (17-50 tahun). Tapi untuk penyakit atau masalah pneumonia lebih banyak menyerang balita karena balita memiliki saluran pernafasan yang pendek. Sehingga lebih rentan terkena penyakit ISPA Pneumonia.
Data kasusnya untuk pneumonia ini menunjukkan bahwa Jakarta Barat menjadi tempat kasus paling tinggi (6/9/23), mencapai 84 kejadin. Kemudian kota Bogor dengan 79 kasus, serta kab. Tangerang 36 kasus.
Sebelumnya kab. Bogor sudah mencatat kenaikan kasus pneumonia yang tertinggi pada Senin (4/9/23) sebanyak 192 kasus yang ditangani. Yang mana kasus ISPA non-pneumonia mencapai 50% pada penduduk usia produktif. Dan pada ISPA pneumonia 55% pada balita.
Mengatasi Kualitas Udara yang Buruk
Untuk mengatasi kualitas udara yang buruk, Kemenkes melakukan sejumlah upaya pada sektor kesehatan. Seperti melakukan pemantauan kualitas udara serta menurunkan resikonya.
Pemantauan kualitas udara yang Kemenkes lakukan seperti adanya 674 puskesmas Jabodetabek dengan perangkat Air Quality Monitoring System. Kemudian juga melengkapi lab rujukan, serta menyiapkan mobile lab untuk mengidentifikasi sumber serta jenis polutan.
Selain melengkapi dan meningkatkan alat-alat kesehatan Kemenkes juga melakukan sejumlah upaya lainnya. Yang mana melalui upaya tersebut bisa mengurangi resiko penyakit ISPA atau dampak kesehatan lainnya.
Masyarakat Harus Menggunakan Masker
Untuk bisa menurunkan resiko serta dampak masalah kesehatan Kemenkes memberikan edukasi pada masyarakat. Yakni dengan merekomendasikan agar menggunakan masker KF49 atau masker kain dengan filter particulate matter 2,5 surveilans penyakit.
Serta kesiapan fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya. Langkahnya dengan cara memberikan surat edaran ke puskesmas Jabodetabek. Selain itu, pihak puskesmas juga diminta oleh Kemenkes agar siap menerima keluhan penyakit terkait dengan polusi udara.
Dalam mempersiapkan ini sudah termasuk logistik hingga pelaporannya, untuk laporannya sudah bisa harian. Selain itu pihak Kemenkes juga menegaskan puskesmas diharapkan bisa merespon surat edaran tersebut.
Beberapa puskesmas sudah tersedia pojok polusi. Ini memfasilitasi masyarakat untuk melakukan konseling serta memberikan informasi penting terkait penyebab dari penyakit pernapasan yang masyarakat alami. Apakah karena polusi atau bukan.
Untuk mengatasi kasus ISPA Jabodetabek yang semakin meningkat ini, Kemenkes juga menegaskan hal penting harus puskesmas dan RS lakukan. Seperti kesiapan pelaporan, obat-obatan, tenaga kesehatan, antibiotik, dan oksigen.