Domestik.co.id – Ternate – Dalam upaya memperkuat penerapan manajemen risiko di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Inspektorat Jenderal Kemenkumham menggelar identifikasi kendala penerapan manajemen risiko di tingkat wilayah.
Penguatan manajemen risiko (MR) yang dipadu bersama penguatan integritas melalui Survei Penilaian Integritas (SPI) tersebut, digelar secara hybrid untuk menghimpun pandangan para pimpinan, pejabat, dan pegawai khususnya yang tergabung dalam Unit Pemilik Risiko (UPR) Kanwil Kemenkumham Malut maupun Unit Pelaksana Teknis (UPT) Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Kepala Bagian Program dan Humas, Irwan Kadir mengawali kegiatan menyampaikan salam dari Kakanwil Kemenkumham Malut, M. Adnan dan Kadiv Administrasi, Andi Basmal dan Para Pimti yang terus mendorong peningkatan kualitas penerapan MR di lingkungan Kemenkumham Malut.
Selanjutnya Irwan memaparkan secara umum penerapan manajemen risiko pada seluruh satker di lingkungan Kanwil Kemenkumham Malut terus diperkuat dalam beberapa tahun terakhir.
“Pada September 2023 kemarin, Itjen telah melakukan penilaian atas penerapan manajemen risiko Kanwil Malut, di mana nilainya mencapai 86,07 atau berkategori risk managed,” ujar Irwan, bertempat di aula Gamalama, Kamis (05/10/2023).
Risk managed, tambahnya, menunjukan bahwa Kanwil Kemenkumham Malut telah mampu mengidentifikasi keseluruhan risiko, melakukan reviu berkala, dan menempatkan langkah penanganan risiko. Selanjutnya Irwan memaparkan beberapa kendala dalam penerapan MR.
Kabag Program dan Pelaporan Itjen, Nanih Kusnani selaku Ketua Tim dalam pemaparan materi menyampaikan apresiasi atas kategori penilaian MR pada Kanwil Malut yakni risk managed. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa tujuan identifikasi kendala MR merupakan bagian dari menghimpun pandangan wilayah dalam proses revisi Permenkumham Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penerapan MR di lingkungan Kemenkumham RI.
“Kami berharap masukan dan saran dari Bapak/Ibu sekalian dapat memperkuat penerapan manajemen risiko melalui revisi Permenkumham nantinya,” tuturnya.
Nanih menjelaskan bahwa Permenkumham Nomor 5 Tahun 2018 belum mengadopsi ISO 31000:2018 yang memuat kerangka, proses, dan prinsip dalam penerapan MR.
“Selain itu, penerapan MR mulai dari penetapan tujuan, identifikasi risiko, analisis, evaluasi, penanganan, dan pemantauan risiko masih terdapat beberapa kendala di dalamnya,” ujarnya.
Alokasi anggaran khususnya penerapan MR, dan sarpras aplikasi MR juga menjadi atensi Itjen dalam revisi Permenkumham. Selain itu, rencananya akan dibuat “kode risiko” yang membantu satker dalam menentukan jenis risiko.
Nanih dalam kesempatan yang sama juga mendorong jajaran Kanwil dan UPT Malut yang terpilih sebagai responden SPI oleh KPK patut mengisi survei tersebut dikarenakan masih banyak pegawai yang belum mengisi survei.
Dalam sesi diskusi, terdapat beberapa masukan yang disampaikan oleh para peserta. Yakni terkait dengan penanganan risiko pada pelayananan hukum dan HAM khususnya dalam realisasi PNBP layanan AHU.
Selain itu, masukan dalam upaya revisi Permenkumham Penerapan MR juga disampaikan jajaran Kanwil Kemenkumham Malut terkait pentingnya glorifikasi penerapan MR, penjelasan detail terkait risiko strategis dan integritas, dan rumusan risiko residu.
Di akhir kegiatan, Nanih menyampaikan apresiasi kepada jajaran Kemenkumham Malut yang telah menerapkan MR dengan baik. Dirinya berharap agar penerapan MR pada gilirannya dapat memitigasi risiko seperti pencapaian perjanjian kinerja, dan tujuan organisasi lainnya.