Domestik.co.id- Kabar skripsi dihapus kini memang sedang menjadi perbincangan hangat para mahasiswa juga pemerintah. Skripsi menjadi persyaratan apakah seorang mahasiswa layak mendapatkan gelar S1 atau tidak.
Namun berdasarkan kabar terkini, justru skripsi tidak lagi menjadi hal wajib untuk para mahasiswa bisa lulus dan menyelesaikan gelar S1. Yang menjadi penentunya adalah mahasiswa itu sendiri apakah layak atau tidak.
Masih menjadi simpang siur, lantas benarkah kabar ini? Mari simak sejumlah fakta dan peraturan terbaru terkait dengan kabar skripsi dihapus.
Peluncuran Peraturan Baru Mendikbudristek
Aturan terbaru terkait dengan skripsi ini ada dalam Peraturan Mendikbudristek no.53 rahun 20233 yakni terkait dengan penjaminan mutu pendidikan tinggi. Pada peraturan baru ini Mendikbudristek yakni Nadiem Makarim pada Merdeka Belajar eps 26;
Yakni tentang Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi. Dalam peraturan ini menyebutkan bahwa mahasiswa S1/D4 tidak wajib lagi mengerjakan skripsi sebagai syarat kelulusan.
Namun ada sejumlah syarat lainnya, seperti prodi mahasiswa yang berkaitan harus menerapkan kurikulum berbentuk proyek atau sejenisnya. Sementara mahasiswa yang belum memiliki kurikulum berbasis proyek syarat kelulusannya adalah tugas akhir.
Untuk tugas akhirnya juga tidak harus skripsi, bisa juga prototipe, proyek, dan sejenis lainnya. Tugas akhir nantinya dapat mahasiswa kerjakan secara individu atau berkelompok dengan yang lainnya.
Tergantung Keputusan Masing-masing Perguruan
Nadiem Makarim juga menyampaikan, karena adanya peraturan baru ini bukan berarti tidak bisa disertasi atau tesis, jadi tetap kembali pada keputusan masing-masing perguruan tingginya.
Selnajutnya, seharusnya setiap prodi masing-masing memiliki kemerdekaan sendiri untuk bisa menentukan cara pihaknya dapat mengukur standar pencapaian dari mahasiswa. Maka dari itu, standar terkait dengan capaian ini tidak lagi dijabarkan secara rinci.
Makananya perguruan tinggi bisa merumuskan kompetensi sikap serta keterampilan mahasiswa secara terintegrasi. Sebelumnya untuk aturan kompetensi sikap juga pengetahuan biasanya penjabarannya secara terpisah.
Maka dari itu aturan lalu mengharuskan calon sarjana wajib membuat skripsi. Begitu juga dengan mahasiswa Magister harus menerbitkan jurnal ilmiah yang terakreditasi, dan tingkat doktor harus menerbitkan jurnal internasional yang bereputasi.
Ada Cara Lain Untuk Lulus Perguruan Tinggi
Namun kini, pendapat dari Nadiem Makarim ada berbagai cara untuk menunjukan kompetensi lulusan dari perguruan tinggi. Ia juga mengungkapkan bahwa ini sudah mulai terlihat aneh.
Sebab ada berbagai jenis prodi, program yang memungkinkan mahasiswa untuk menunjukan kemampuan kompetensinya menggunakan cara lain. Misalnya saja dalam bidang teknik, tidak lantas tepat mengukurnya dengan penulisan karya ilmiah.
Nadiem menjelaskan Kemedikbudristek meresponnya yakni melakukan perbaikan Standar Nasional Pendidikan Tinggi dengan sifat kerangka. Dengan contoh tersebut, ada harapan tiap prodi dapat lebih leluasa untuk menentukan syarat kelulusan melalui skripsi atau bentuk lain.
Jadi untuk aturan terbaru ada beberapa poin dapat kita simpulkan;
- Kompetensi tidak lagi terjabar secara rinci
- Pihak perguruan tinggi dapat merumuskan pengetahuan, kompetensi sikap, juga keterampilan terintegrasi
- Untuk tugas akhir bisa memiliki bentuk lain; proyek, prototipe, dan lainnya. Tidak hanya bentuk skripsi, disertasi, atau tesis.
- Apabila prodi sarjana sudah menerapkan kurikulum basis proyek, maka tugas akhir tidak bersifat wajib
- Mahasiswa program magister, dan sejenisnya tetap wajib membuat tugas akhir tapi tidak lagi wajib menerbitkannya di jurnal
Sejumlah aturan ini menunjukan skripsi dihapus tidak secara permanen. Tapi tergantung keputusan perguruan tinggi juga program kurikulum yang berlaku.