Penandatanganan SALT II: Momen Bersejarah antara Leonid Brezhnev dan Jimmy Carter pada 18 Juni 1979

Penandatanganan SALT II

Latar Belakang Perjanjian SALT II

domestik.co.id – Perang Dingin merupakan masa ketegangan geopolitik yang berlangsung antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pasca-Perang Dunia II hingga awal 1990-an.

Kedua negara adidaya tersebut bersaing dalam berbagai bidang, termasuk pengaruh ideologi, eksplorasi luar angkasa, dan yang paling mengkhawatirkan pengembangan senjata nuklir.

Bacaan Lainnya

Pada dekade 1970-an, kekhawatiran global terhadap perlombaan senjata nuklir mendorong upaya diplomatik untuk menurunkan risiko perang.

Salah satu hasil dari upaya tersebut adalah perjanjian SALT (Strategic Arms Limitation Talks), yang bertujuan membatasi jumlah dan kapasitas senjata strategis yang dimiliki kedua negara.

Perjanjian pertama, SALT I, ditandatangani pada 1972. Namun, karena perkembangan teknologi persenjataan yang pesat, perjanjian tersebut tidak cukup untuk mencegah eskalasi. Oleh karena itu, negosiasi berlanjut, menghasilkan perjanjian lanjutan yang dikenal sebagai SALT II.

Penandatanganan SALT II: Momen Penting pada 18 Juni 1979

Tanggal 18 Juni 1979 menjadi salah satu momen paling signifikan dalam sejarah hubungan internasional. Pada hari itu, Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter dan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet Leonid Brezhnev bertemu di Wina, Austria, untuk menandatangani perjanjian SALT II.

Penandatanganan ini disambut sebagai simbol dari komitmen kedua negara untuk meredakan ketegangan dan menghindari konflik berskala besar yang dapat berujung pada kehancuran global.

Baca Juga  Peristiwa Sejarah 24 Agustus

Wina dipilih sebagai lokasi netral, mencerminkan semangat diplomasi dan keterbukaan yang diharapkan dari kedua belah pihak.

Perjanjian tersebut mencakup pembatasan dalam jumlah peluncur rudal balistik antarbenua (ICBM), peluncur rudal balistik kapal selam (SLBM), dan pembom strategis.

Kedua negara sepakat untuk membatasi jumlah total kendaraan peluncur strategis menjadi 2.250 unit, serta pembatasan jumlah peluncur MIRV (Multiple Independently targetable Reentry Vehicles).

Isi Pokok Perjanjian SALT II

SALT II dirancang untuk menghentikan perkembangan kuantitatif dan kualitatif persenjataan nuklir strategis. Beberapa poin utama yang termuat dalam perjanjian tersebut antara lain:

  1. Pembatasan jumlah sistem peluncuran nuklir strategis masing-masing pihak.
  2. Larangan pengembangan dan penyebaran sistem peluncuran baru yang belum ada sebelum perjanjian.
  3. Pembatasan pengujian rudal balistik dengan lebih dari 10 hulu ledak.
  4. Transparansi dan pengawasan, termasuk pertukaran data tentang persenjataan strategis.

Perjanjian ini dirancang untuk berlaku hingga tahun 1985 dan memberikan dasar bagi pengurangan senjata yang lebih besar pada masa mendatang, seperti perjanjian START (Strategic Arms Reduction Treaty).

Dampak dan Tantangan Implementasi

Meskipun SALT II merupakan tonggak penting, implementasinya tidak berjalan mulus. Penandatanganan perjanjian belum cukup untuk menjamin keberhasilan; diperlukan ratifikasi oleh Senat Amerika Serikat. Sayangnya, proses ini menghadapi hambatan besar.

Pada Desember 1979, Uni Soviet menginvasi Afghanistan, yang memicu kemarahan dan kekhawatiran di kalangan anggota parlemen AS. Sebagai tanggapan, Presiden Carter menarik kembali perjanjian dari proses ratifikasi.

Baca Juga  Peristiwa Sejarah 20 Desember

Meskipun demikian, kedua negara secara informal menyatakan akan tetap mematuhi isi perjanjian selama beberapa tahun berikutnya, hingga masa Presiden Ronald Reagan.

Ketidakmampuan untuk meratifikasi SALT II secara formal mencerminkan kompleksitas hubungan internasional pada masa Perang Dingin, di mana langkah-langkah menuju perdamaian dapat dengan mudah terganggu oleh konflik regional dan dinamika politik domestik.

Makna Historis Perjanjian SALT II

Penandatanganan SALT II tetap menjadi peristiwa penting dalam sejarah diplomasi dunia. Perjanjian ini menjadi simbol nyata bahwa dua negara dengan perbedaan ideologi yang tajam masih dapat menemukan titik temu melalui dialog.

Selain itu, perjanjian ini memberikan warisan penting dalam bentuk pendekatan diplomatik berbasis verifikasi dan transparansi. Prinsip-prinsip tersebut kemudian diadopsi dalam perjanjian selanjutnya seperti INF Treaty (1987) dan START I (1991).

Bagi banyak sejarawan, SALT II juga mencerminkan harapan dunia akan perdamaian dan penghentian perlombaan senjata, meskipun kenyataan politik kadang menghalangi pelaksanaannya secara penuh.

Refleksi Akhir

Perjanjian SALT II yang ditandatangani pada 18 Juni 1979 oleh Leonid Brezhnev dan Jimmy Carter menunjukkan bahwa meskipun dunia berada dalam bayang-bayang perang nuklir, diplomasi tetap memiliki tempat sebagai jalan menuju stabilitas dan perdamaian.

Peristiwa ini bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga pengingat bahwa komunikasi dan kerja sama internasional dapat menjadi kunci untuk menghindari konflik berskala besar.

Di tengah dunia modern yang kembali menghadapi ketegangan geopolitik, semangat dari SALT II tetap relevan sebagai inspirasi dalam upaya menciptakan dunia yang lebih aman dan damai.

Pos terkait