Sejarah Kelam: Undang-Undang Tanah Pribumi Afrika Selatan 19 Juni 1913 dan Dampaknya

Afrika Selatan memberlakukan Undang-Undang Tanah Pribumi

Latar Belakang Pemberlakuan Undang-Undang Tanah Pribumi

domestik.co.id – Tanggal 19 Juni 1913 menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Afrika Selatan, ketika pemerintah kolonial saat itu secara resmi memberlakukan Undang-Undang Tanah Pribumi (Natives Land Act).

Undang-undang ini mengatur kepemilikan dan pemukiman tanah bagi penduduk kulit hitam Afrika Selatan, yang secara drastis membatasi hak-hak mereka atas tanah di negeri sendiri.

Bacaan Lainnya

Pada awal abad ke-20, Afrika Selatan merupakan wilayah dengan struktur sosial yang sangat timpang akibat kolonialisme Inggris dan dominasi penduduk kulit putih.

Sebagian besar tanah subur dan sumber daya alam dikuasai oleh minoritas kulit putih, sementara mayoritas masyarakat pribumi hanya memiliki sedikit ruang untuk hidup dan berkembang secara ekonomi.

Pemerintah kolonial, yang didominasi oleh kepentingan pertanian komersial dan industri, melihat potensi ancaman dari kebangkitan ekonomi masyarakat kulit hitam.

Oleh karena itu, legislasi yang membatasi kepemilikan tanah menjadi alat politik untuk mempertahankan dominasi rasial.

Isi dan Pokok Aturan dalam Undang-Undang Tanah Pribumi 1913

Undang-undang ini secara resmi dikenal dengan nama Natives Land Act No. 27 of 1913. Beberapa pokok ketentuannya antara lain:

  • Masyarakat pribumi hanya diperbolehkan memiliki atau menyewa tanah di wilayah yang ditetapkan, yang mencakup kurang dari 10% dari keseluruhan wilayah Afrika Selatan.
  • Dilarang bagi warga kulit hitam membeli tanah di luar wilayah yang sudah ditentukan pemerintah.
  • Warga kulit putih dilarang menyewakan tanah kepada orang kulit hitam di luar area yang diatur, sehingga mempersempit akses masyarakat pribumi terhadap lahan pertanian.
  • Undang-undang ini juga melarang penyewaan tanah oleh petani kulit hitam kepada petani lain, membatasi mata pencaharian mereka.
Baca Juga  Peristiwa Sejarah 6 September

Peraturan ini mengakibatkan jutaan warga kulit hitam kehilangan hak atas tanah yang telah mereka garap selama beberapa generasi.

Banyak dari mereka kemudian dipaksa menjadi buruh tani atau pindah ke daerah-daerah yang tidak subur dan terpencil.

Dampak Sosial dan Ekonomi bagi Masyarakat Pribumi

Penerapan Undang-Undang Tanah Pribumi memberikan dampak yang sangat luas dan bertahan lama. Beberapa dampak signifikan antara lain:

1. Pemiskinan Struktural

Dengan kehilangan hak atas tanah, masyarakat pribumi kehilangan sumber ekonomi utama mereka. Hal ini memaksa mereka menjadi buruh tani atau pekerja tambang di bawah upah rendah dan kondisi kerja yang buruk. Ketimpangan ekonomi yang diciptakan pada masa ini masih terasa hingga kini.

2. Urbanisasi Paksa

Karena akses terhadap lahan sangat terbatas, banyak masyarakat kulit hitam terpaksa meninggalkan desa mereka dan bermigrasi ke kota-kota besar. Urbanisasi ini bukan karena pilihan, tetapi karena kebutuhan ekonomi, yang menyebabkan terciptanya permukiman kumuh dan tekanan sosial di wilayah perkotaan.

3. Disintegrasi Sosial dan Budaya

Kehilangan tanah berarti kehilangan akar budaya dan spiritual. Dalam banyak budaya Afrika, tanah tidak hanya dipandang sebagai aset ekonomi, tetapi juga sebagai bagian dari identitas komunitas. Kehilangan ini menciptakan luka sosial dan melemahkan kohesi komunitas.

4. Landasan bagi Sistem Apartheid

Undang-undang ini menjadi salah satu fondasi hukum bagi sistem apartheid yang resmi diberlakukan beberapa dekade kemudian. Prinsip diskriminasi berbasis ras yang dilegalkan pada tahun 1913 menjadi model bagi banyak kebijakan apartheid yang represif di era 1948 hingga awal 1990-an.

Perlawanan dan Respons terhadap Undang-Undang Ini

Undang-Undang Tanah Pribumi memicu berbagai bentuk perlawanan dari masyarakat kulit hitam dan organisasi politik seperti South African Native National Congress (SANNC), yang kemudian menjadi African National Congress (ANC).

Baca Juga  Peristiwa Sejarah 30 Maret

Pemimpin-pemimpin seperti Sol Plaatje menjadi suara vokal dalam mengkritik kebijakan ini. Dalam bukunya yang terkenal Native Life in South Africa, Plaatje menggambarkan penderitaan masyarakat pribumi pasca pemberlakuan undang-undang tersebut.

Dia mencatat bahwa warga kulit hitam “bangun suatu pagi untuk menemukan bahwa mereka tidak lagi memiliki rumah sendiri di negeri mereka sendiri.”

Upaya perlawanan ini menjadi bibit awal dari perjuangan panjang melawan sistem apartheid, yang akhirnya mencapai puncaknya dengan pembentukan pemerintahan demokratis pada tahun 1994.

Relevansi Historis dan Refleksi Masa Kini

Walaupun Undang-Undang Tanah Pribumi telah dicabut setelah berakhirnya apartheid, dampak strukturalnya masih terasa hingga saat ini.

Distribusi tanah di Afrika Selatan tetap tidak merata, dengan mayoritas tanah subur masih dimiliki oleh keturunan kolonial.

Pemerintah Afrika Selatan telah meluncurkan berbagai program reformasi agraria, tetapi prosesnya seringkali lambat dan penuh tantangan.

Keadilan agraria menjadi salah satu agenda utama yang terus diperjuangkan demi memperbaiki ketimpangan yang diwariskan oleh kebijakan kolonial seperti Undang-Undang tahun 1913.

Undang-Undang Tanah Pribumi yang diberlakukan pada 19 Juni 1913 adalah tonggak penting dalam sejarah diskriminasi rasial di Afrika Selatan.

Kebijakan ini bukan hanya membatasi hak kepemilikan tanah bagi masyarakat pribumi, tetapi juga menjadi dasar dari sistem apartheid yang menindas selama hampir satu abad.

Memahami sejarah ini penting untuk menyadari bagaimana kebijakan publik dapat membentuk struktur sosial yang timpang.

Selain itu, mengenang tanggal ini juga menjadi bentuk penghormatan terhadap perjuangan panjang rakyat Afrika Selatan dalam meraih keadilan dan kesetaraan.

 

Lamar Sekarang

Pos terkait